Senin, 15 Oktober 2012

dampak pemakain energi fosil


Dampak Pemakaian Energi Fosil

 Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan sekitarnya, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sehingga peningkatan akan kebutuhan energi tidak dapat dihindarkan lagi. Saat ini, hampir semua kebutuhan energi yang manusia gunakan diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya energi untuk pembangkit listrik, industri dan berbagai macam alat-alat transportasi.

Bahan bakar fosil itu sendiri adalah bahan bakar yang terbentuk dari proses alam seperti dekomposisi anaerobik dari sisa-sisa organisme termasuk fitoplankton dan zooplankton yang mengendap ke bagian bawah laut (atau danau) dalam jumlah besar, selama jutaan tahun. Bahan bakar fosil merupakan sumber daya tak terbarukan karena proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun, sedangkan cadangan di alam habis jauh lebih cepat daripada proses pembentukannya. Produksi dan penggunaan bahan bakar fosil menimbulkan keprihatinan lingkungan. Sebuah gerakan global menuju generasi energi terbarukan karena itu dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhan energi meningkat.

Diperkirakan oleh Energy Information Administration bahwa pada tahun 2007 sumber utama energi terdiri dari minyak bumi 36,0%, batu bara 27,4%, gas alam 23,0%, yang berarti 86,4% konsumsi energi primer di dunia adalah bahan bakar fosil. Sedangkan sumber energi non-fosil seperti tenaga air, nuklir, dan lainnya ( panas bumi , surya , gelombang , angin , kayu , limbah ) hanya sebesar 13,6%. Padahal energi non-fosil ini jika dikelola dengan benar akan memberikan kontribusi besar pada konsumsi energi dunia yang tumbuh sekitar 2,3% per tahun.

Anda sadari atau tidak, pemakaian energi fosil yang terus menerus akan  mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup. Hal tersebut dikarenakan bahan bakar fosil seperti batubara , minyak bumi , dan gas alam  mengandung persentase karbon yang tinggi. Gas karbon adalah gas tanpa warna yang merupakan senyawa karbon dengan oksigen, tidak terbakar dan larut dalam air. Jika gas karbon tersebut terlepas ke udara akan bersenyawa dengan oksigen dan membentuk gas karbon dioksida. Karbon dioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang meningkatkan radiasi dan memberikan kontribusi pada  pemanasan global , yang menyebabkan rata-rata suhu permukaan bumi meningkat.

Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Berikut merupakan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil:

1.    Dampak terhadap udara dan iklim


Penggunaan berbagai macam bahan bakarfosil (misalnya: minyak bumi, batu bara, dan gas alam) untuk bahan bakar alat-alat industri dan transportasi telah membuat sebuah perubahan besar pada kondisi iklim dunia.
Penggunaan bahan bakar tersebut telah meningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6) sehingga menyebabkan meningkatnya radiasi yang terperangkap di atmosfer bumi.

Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air diawan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yangmerupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH“hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asammenyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam.Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk). Sedangkan Gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6) diproduksi oleh proses industri, dan tinggal di atmosfer hampir selama-lamanya karena tidak ada penyerap atau penghancur alaminya.

Peningkatan GRK tersebut akan menyebabkan fenomena pamanasan global yaitu naiknya temperatur rata-rata dipermukaan bumi. Pemanasan global itu sendiri akan mengakibatkan perubahan iklim, yaitu perubahan pada unsur-unsur iklim seperti naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara, berubahnya pola curah hujan, dan tekanan udara yang pada akhirnya akan mengubah pola iklim dunia.

2.    Dampak Terhadap Perairan

Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan.
Selain itu, pencemaran air oleh minyak bumi juga bisa disebabkan oleh pembuangan minyak pelumas secara sembarangan. Pembuangan sisa sampah cair pabrik ke sungai atau laut juga ikut memegang andil yang besar terhadap pencemaran air ini. Di laut sering terjadi pencemaran oleh minyak dari tangki yang bocor. Dengan adanya minyak pada permukaan air menghalangi kontak antara air dengan udara sehingga kadar oksigen didalam air akan berkurang dan dapat mengganggu biota-biota yang berada didalam air tersebut. Pada dasarnya pencemaran air disebabkan oleh kesalahan manusia.


3.   Dampak Terhadap Tanah

Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama kurun waktu tertentu.


Penggunaan alat-alat yang menggunakan energi bersih sangat membantu lingkungan dan pemulihan bumi. Kita bisa ikut berpartisipasi dalam menggunakan alat-alat yang aman untuk lingkungan seperti yang paling efisien dan digemari saat ini, Pemanas Air Tenaga Matahari. Salah satunya adalah Inti Solar Water Heater yang terus berkomitmen dan konsisten mengedukasi Indonesia untuk menggunakan energi ramah lingkungan dan gratis dari matahari. Mari ikut bersama menjaga kelestarian lingkungan dan kelangsungan bumi. Silahkan bergabung dengan kami, dengan menghubungi 021-66607588.
V
Jakarta (30/03)Perubahan iklim sejatinya merupakan peristiwa alam yang alami. Namun, akibat ulah manusia melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer, temperatur bumi pun meningkat drastis. Inilah yang lalu dikenal dengan istilah pemanasan global.

Pertanyaan berikutnya lalu menyeruak, “Ulah manusia seperti apa yang mampu melepaskan gas yang mengancam keberlangsungan hidup seluruh penghuni Bumi?” Salah satu jawaban paling populer adalah konsumsi energi listrik yang tak mampu dibendung lagi.

Listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan di rumah tangga maupun industri. Mulai dari peralatan dapur di rumah-rumah, pemakaian lampu, pendingin udara di gedung-gedung pencakar langit maupun pusat perbelanjaan, hingga mesin pabrik-pabrik besar semua membutuhkan listrik.

Namun, bukan berarti kita bisa membenarkan penggunaan listrik yang tanpa kontrol. Ada baiknya kita mulai merenung sejenak darimana energi listrik itu berasal.

Ancaman krisis energi
Umumnya listrik diperoleh dengan mengubah energi kinetik melalui generator menjadi listrik. Energi kinetik yang menggerakkan generator didapat dari uap yang dihasilkan dari pembakaran sumber energi fosil seperti batubara, bahan bakar minyak, dan gas alam.

Walaupun ada sumber energi lain yang juga bisa dimanfaatkan, yakni aliran air atau udara, energi fosil tetap menjadi primadona. Ya, energi fosil memang relatif mudah diperoleh, tapi konsekuensi yang harus ditanggung Bumi pun tak main-main. Semakin besar konsumsi energi fosil, maka akan semakin cepat habis cadangannya di dalam perut Bumi.

Selain masalah terbatasnya persediaan, setiap tahapan dalam proses energi fosil menghasillkan polusi dan emisi yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Mulai dari pemanfaatan hingga limbah akhir pembakarannya, emisi yang dihasilkan pun berkontribusi pada meningkatnya jumlah gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini kemudian berdampak pada pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim.

Tentu tidaklah bijak jika kita terus-menerus menggantungkan energi listrik kita kepada sumber energi fosil. Candu energi fosil menyebabkan cadangan kian menipis.

Istilah krisis listrik agaknya tidaklah berlebihan mengingat maraknya pemadaman listrik yang terjadi. Tidak hanya di pelosok-pelosok desa yang jauh dari sumber energi, tetapi juga di kota-kota besar yang dekat dengan sumber energi, bahkan Jakarta pun tak luput dari pemadaman listrik.

Sebuah harga mahal yang harus dibayar akibat konsumsi listrik yang tak terkontrol. Terbatasnya kapasitas pembangkit listrik yang ada saat ini tak mampu mengikuti laju kebutuhan konsumsi listrik. Penggunaan listrik yang boros berdampak pada berkurangnya pasokan listrik. Pemadaman bergilir pun menjadi pilihan yang tak terelakkan.

PT Perusahaan Listrik Negara telah memproyeksikan peningkatan konsumsi listrik dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2010-2019. Dokumen tersebut menyebutkan, kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 55.000 Mega Watt (MW). Dengan kata lain, rata-rata peningkatan kebutuhan listrik per tahun mencapai 5.500 MW.

Guna memenuhi kebutuhan listrik yang terus melonjak, maka pihak penyedia energi listrik, PLN, mulai bekerja ekstra untuk meningkatkan kapasitas pembangkit di sejumlah lokasi. Namun solusi ini dapat dipastikan akan sia-sia jika di sisi lain pemborosan energi masih saja terjadi. Di sinilah kesadaran masyarakat untuk menghemat penggunaan listrik berperan penting dalam menanggulangi ancaman krisis energi listrik.

Earth Hour
Efisiensi energi adalah salah satu solusi kunci untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global dan krisis energi. Satu langkah sederhana, namun memiliki dampak yang signifikan.

Pemikiran inilah yang menjadi “napas” Earth Hour, kampanye global untuk perubahan iklim yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia. Dengan mengajak seluruh warga dunia untuk mematikan lampu dan peralatan listrik yang tidak terpakai selama satu jam pada setiap hari Sabtu terakhir setiap bulan Maret, Earth Hour berperan besar dalam upaya penghematan energi.

Fokus Earth Hour sendiri memang sengaja dipusatkan di Jawa-Bali mengingat konsumsi listrik di dua pulau tersebut mencapai 78 persen. Sementara 23% total konsumsi listrik Indonesia, terfokus di DKI Jakarta dan Tangerang.

Sebagai ilustrasi, jika 10 persen penduduk Jakarta mematikan lampu, maka kampanye Earth Hour akan mampu menghemat 300MW. Angka tersebut setara untuk mengistirahatkan satu pembangkit listrik. Setara pula dengan daya listrik yang diperlukan untuk menyalakan 900 desa.

Tidak hanya itu, kampanye mematikan lampu ini juga diyakini dapat mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 267,3 ton, setara dengan daya serap emisi dari 267 pohon berusia 20 tahun. Pengurangan emisi CO2 sebesar itu setara dengan ketersediaan oksigen untuk 534 orang. Secara ekonomi, satu jam tanpa lampu mampu mengurangi beban listrik Jakarta hingga Rp 200 juta.

Earth Hour mengingatkan kita bahwa terjadinya perubahan iklim juga berasal dari penggunaan pembangkit 
listrik berbahan bakar fosil sehingga butuh kesadaran kita tentang pentingnya gaya hidup hemat energi.

Gerakan hemat listrik tidak terbatas pada tujuan untuk menghemat biaya tagihan. Lebih dari itu, hemat listrik juga menjadi solusi krisis pasokan listrik serta ancaman pemanasan global.

Dengan berpartisipasi dalam Earth Hour, kita tidak hanya berkontribusi menyelamatkan pasokan energi di Indonesia, tapi juga energi dunia. Jangan lupa matikan lampu hari Sabtu, 31 Maret 2012, selama 1 jam, pukul 20.30-21.30.

photos



















contoh makalah


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurangnya kontribusi energi baru dan terbarukan yaitu hanya sekitar 5% sementara 95% lainnya bergantung pada  bahan bakar fosil, bisa dikatakan hanya sebagian kecil dari jumlah yang ada, untuk itu direncanakan peningkatan yang merupakan tantangan besar.
Maka dari itu, dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana penggunaan energi baru dan terbarukan agar bisa lebih diketahui dan dimanfaatkan oleh masyrakat. Dengan adanya makalah ini diharapkan mampu menjadi motivator dan menginspirasi pembaca agar nantinya pada pengimplementasinya dapat maksimal.

B.  Rumusan Masalah
ü Bagaimana meningkatkan penggunaaan energi baru dan terbarukan?
ü Apa saja kebijakan kompetitif  yang mendukung peningkatan energi baru dan terbarukan?



BAB II
PEMBAHASAN
A. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia
Seperti kita ketahui potensi panas bumi Indonesia tercatat kurang lebih di angka 29.000 Gw dimana kapasitas terpasang yang tercatat hanya diangka kurang lebih 1200 Mw. Bisa dibayangkan betapa besarnya potensi yang belum terolah sama sekali, sehingga pertanyaanpun muncul mengapa Pemerintah belum juga mengurangi ketergantungannya terhadap energi fosil?
Untuk tenaga air diperkirakan secara kasar potensi yang ada sebesar 75000 Mw, sedangkan yang terpasang saat ini kurang lebih 6000 Mw untuk PLTA dan 228.000 Kw untuk PLTMH. Belum lagi kita memasukkan perhitungan potensi tenaga surya yang tiada henti selama setahun penuh, angin, biomas dan lainnya. Potensi inilah yang harus dimaksimalkan untuk pemenuhan keadilan energi, juga dapat menjadi langkah pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26% seperti yang telah dijanjikan oleh Presiden SBY.

B.  Kendala
Seperti kita ketahui pemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi  mempunyai kelebihan antara lain;
1.   Relatif mudah didapat,
2.   Dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat rendah,
3.   Tidak mengenal problem limbah,
4.   Proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan
5.   Tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi, seperti:
1.   Dukungan dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi pemerintahlah yang paling menyebabkan pemanfaatannya menjadi tersendat.
2.   Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah.
3.   Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
4.   Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
5.   Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilakakukan.
6.   Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
7.   Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
8.   Pengembangan energi terbarukan hanya sebagai energi aditif di Indonesia.


Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap daerah dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilai sumber daya energi sampai saat ini belum dapat begitu menggantikan kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi peranan sumber daya energi fosil.



C.  Solusi
Tidak ada yang tidak mungkin untuk pengembangan energi terbarukan yang aman dan bersih di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumber daya alam yang luar biasa berlimpah. Tenaga angin, air dan matahari yang bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif, keberadaannya sangat mudah ditemui di berbagai pelosok negeri ini.

Saat ini potensi energi terbarukan yang begitu berlimpah di Indonesia, masih belum dilirik dan dikembangkan secara serius oleh pemerintah. Anugerah yang begitu besar dari Tuhan ini masih disia-siakan begitu saja. Saat ini dari total bauran energi (energy mix) Indonesia, kontribusi energi terbarukan baru sekitar 5%, sementara 95% lainnya, masih digantungkan pada bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas, dan batubara, yang cadangannya semakin menipis dan tak begitu lama lagi akan segera habis. Begitu banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi oleh energi terbarukan untuk bisa berkembang di negeri ini, tantangan dan hambatan terbesarnya adalah masih lemahnya komitmen pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan, dan masih dipegangnya paradigma kuno yang menganggap bahwa bahan bakar fosil
seperti batubara adalah “panasea” untuk masalah energi di Indonesia.
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:

1.   Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.
2.   Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
3.   Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .
4.   Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
5.   Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6.   Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Satu hal lagi yang paling penting adalah perilaku dan kebiasaan kita dalam memanfaatkan energi. Walau bagaimanapun, manusia adalah pemakai energi tersebut. Jadi tidak cukup jika telaah tentang energi hanya membahas energi saja tanpa memperhatikan kebiasaan manusia dalam memakainya. Pemakain energi yang kurang tepat justru efek kerugiannya sangat besar terhadap persediaan energi di alam. Di Indonesia pengembangan energi terbarukan ini sangat tepat. Dukungan sumber daya alam yang dimiliki sudah lebih dari cukup. Mengingat bahwasannya cadangan minyak bumi semakin menipis, peluang untuk mengembangkan energi terbarukan ini sangat besar. Apalagi setelah terjadinya krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi energi terus berkurang.
Disisi lain, manusia juga sudah memiliki kesadaran terhadap pelestarian lingkungan hidup. Secara tidak langsung peluang untuk mengembangkan energi terbarukan lebih mudah diterima masyarakat. Terlebih lagi masyarakat makin peduli akan upaya penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi. Banyak pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan, sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat dihindari, minimal dikurangi.

D.    Kebijakan Kompetitif Yang Harus Di Tingkatkan
Banyak negara berkembang termasuk Indonesia sumber energi terbarukan merupakan sumber energi yang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Menurut anggota Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Arya Rezavidi, pemanfaatan energi terbarukan terkendala berbagai faktor penyebab, namun yang paling utama adalah dukungan dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi pemerintahlah yang paling menyebabkan pemanfaatannya menjadi tersendat. Dari sisi legislasi maupun kebijakan pemerintah, sebenarnya dorongan untuk pemanfaatan energi terbarukan sudah lebih dari cukup.
Pemerintah melalui Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional telah menginstruksikan agar secara bertahap energi mix nasional yang saat ini masih didominasi oleh energi yang berasal dari minyak bumi diubah menjadi energi alternatif lainnya yang didalamnya memasukkan energi terbarukan sebanyak 17% pada tahun 2025. Angka ini oleh banyak kalangan masih dianggap terlalu kecil sehingga kemudian diubah oleh pemerintah menjadi 25% melalui visi 2025 yang dicanangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2011 yang lalu.
Akan tetapi pada pelaksanaannya target yang telah ditetapkan sendiri oleh pemerintah ini tidak jelas pelaksanaannya karena kebijakan ini tidak diikuti oleh langkah nyata dengan tahapan yang jelas untuk pencapaiannya dan bahkan justru banyak terhambat oleh birokrasi perijinan di pemerintah sendiri. Tapi hal yang paling menonjol adalah tidak adanya langkah koordinasi yang baik diantara kementerian pemerintah sendiri, sehingga Kementerian ESDM seolah berjuang sendirian dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan ini, padahal pengguna energi justru berada di bawah kendali kementerian lainnya seperti Kementerian Transportasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN dan lain-lainnya.Kelemahan dalam koordinasi ini sebenarnya telah dicoba diatasi dengan dikeluarkannya UU Energi No. 30/2009 dimana disana diamanatkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan membentuk Dewan Energi Nasional yang bertugas membantu pemerintah mengeluarkan kebijakan energi yang lebih terarah dan menjembatani permasalahan koordinasi diantara kementerian pemerintah sendiri. Permasalahan lain yang menghambat adalah faktor subsidi bahan bakar yang justru diberikan kepada energi yang berasal dari fosil yang mengakibatkan investasi pemanfaatan energi terbarukan menjadi tidak menarik karena mayoritas energi terbarukan masih lebih mahal biaya investasinya dibandingkan energi fosil. “Sekali lagi permasalahan ini telah dicoba diatasi oleh pemerintah dengan mengeluarkan beberapa Permen ESDM yang mengatur tata niaga dan harga jual listrik pembangkit energi terbarukan skala kecil yang lebih atraktif untuk pengembang, namun pada saat ini pelaksanaannya juga masih terhambat pada proses perijinannya yang sangat berbelit.
Masa depan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia sebenarnya cukup cerah, namun berbagai kendala dan hambatan perlu diselesaikan satu persatu oleh pemerintah. Kebijakan pemanfaatan energi terbarukan memang tidak dapat diselesaikan dengan hanya satu kebijakan saja untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, karena masing-masing sumber daya energi terbarukan memiliki karakteristik berbeda-beda. Koordinasi diantara berbagai kementerian di pemerintah diperlukan lebih intensif, karena permasalahan energi bukan hanya permasalahan kementerian ESDM saja, mengingat kebijakan penggunaannya justru berada di bawah kendali kementerian lainnya.Pemanfaatan energi terbarukan saat ini merupakan keharusan mengingat perekonomian kita akan menjadi sangat lemah apabila ketahanan energi kita juga sangat rapuh. Disamping, itu permasalahan lingkungan harus juga menjadi faktor pertimbangan yang sangat penting dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan secara lebih luas.
Adapun beberapa cerita sukses yang membuktikan bahwa energi terbarukan untuk segera diimplementasikan dan dikembangkan di Indonesia:
Ø  Desa Cinta Mekar, Subang, Jawa Barat
Sejak Januari 2009, warga Desa Cinta Mekar, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, membangun dan mengelola pembangkit listrik mikrohidro sebesar 120 kilowatt. Mereka memanfaatkan aliran sungai di kampungnya. Lebih dari dua ratus warga menikmati suasana terang di malam hari. Sekaligus mendapat manfaat lain dari jualan listrik ke PLN.
Daerah yang sempat tercatat sebagai daerah tertinggal itu kini terang benderang di malam hari selama lebih dari empat tahun.Yang membanggakan, mereka bergerak secara swadaya membangun pembangkit listrik itu. Dengan memanfaatkan aliran sungai Ciasem, mereka membangun pembangkit tenaga listrik air kecil atau mikrohidro. Dengan perangkat sederhana, air sungai dibendung dan dialirkan ke turbin, lantas dikembalikan lagi ke sungai. Teknik ramah lingkungan itu mampu menghasilkan listrik 120 kilowatt.
Ø  Kasepuhan Ciptagelar, Banten Kidul, Jawa Barat
Hingga saat ini Ciptagelar sendiri memiliki 9 buah pembangkit mikrohidro dan pikohidro (mikrohidro dengan daya yang paling kecil). Pikohidro ini berdaya 500 Watt dan penggunannya dari sore sampai pagi hari. Sedangkan mikrohidro memiliki daya 25 Kilowatt. Sumber air untuk menggerakkan turbin di daerah Ciptagelar berasal dari sungai Cibarenodan.
Listrik ini juga dimanfaatkan untuk membuat siaran radio dan siaran televisi buatan sendiri. Itu khusus untuk dokumentasi kegiatan-kegiatan warga seperti upacara-upacara adat dan sebagainya. Lebih lanjut, saat ini listrik yang dihasilkan dari PLTMH dapat didistribusikan ke sekitar 1.100 rumah yang ada di Ciptagelar. Kasepuhan Ciptagelar sangat memprioritaskan program pelestarian alam salah satunya dengan memanfaatkan aliran air sungai melalui teknologi mikrohidro.

Ø  Pulau Mansinam, Papua Barat
Sayang sekali keindahan Pulau Mansinam selama ini kurang mendapat dukungan infrastruktur yang memadai . Pulau Mansinam yang didiami oleh kurang lebih 100-150 kepala keluarga belum mendapat akses listrik dengan layak dari negara. Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap diesel membuat perawatan dan biaya bahan bakar pun sangat mahal. Pulau Mansinam yang menjadi bagian penting dari Indonesia, sebagai ikon religi dan juga pariwisata, seharusnya mendapatkan dukungan yang lebih baik dari pemerintah.
Di Pulau Mansinam, Greenpeace bersama masyarakat membangun pembangkit listrik tenaga matahari dan angin sebesar 1 kilowatt (KW) untuk penerangan tempat ibadah bagi masyarakat Mansinam yaitu gereja. Papua memiliki rasio kelistrikan yang berkisar diangka 33%, dimana angka ini sangatlah rendah dibanding rasio kelistrikan Indonesia pada umumnya yang berada di angka 65,1%. Keadilan energi haruslah menjadi perhatian pemerintah dalam hal pemerataan pembangunan.
Apa yang Greenpeace lakukan di Pulau Mansinam seharusnya juga  dapat dilakukan di tempat lain di seluruh penjuru Indonesia. Potensi energi terbarukan, energi bersih yang relatif lebih ramah lingkungan,  harus dapat diwujudkan. Pemenuhan energi tidak boleh hanya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di perkotaan yang cenderung mengkonsumsi energi secara berlebihan.  Masyarakat yang tinggal di wilayah yang jauh dari jaringan transmisi dan distribusi listrik seharusnya juga memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati listrik. Keadilan energi harus ditegakkan untuk Indonesia yang lebih maju.
Greenpeace yakin energi terbarukan merupakan penyelesaian masalah yang efektif untuk masalah kelistrikan Indonesia. Dengan memanfaatkan potensi alam lokal yang tidak ada habisnya, justru energi terbarukan inilah yang bisa menerangi bagian-bagian dari negara kita ini yang letaknya tersebar dan sulit dijangkau. Sistem kelistrikan tersentralisasi dengan pembangkit-pembangkit listrik skala besar dan jalur transmisi yang mahal yang diterapkan selama ini justru akan mempersulit proses pendistribusian listrik ke daerah-daerah tersebut. Sudah jelas, bagi negara kepulauan seperti Indonesia, energi terbarukan adalah solusi nyata, yang bukan hanya cerdas tapi juga murah.

Meski sudah berbagai banyak solusi untuk menyeleseikan kendala-kendala dalam pemamfaatan energi terbarukan di Indonesia. Sedangkan paradigma perilaku dan kebiasaan kita tentang pemamfaatan energi terbarukan tidak berubah-ubah. Maka dari itu kita memperhatikan model matematika sebagai berikut:
∆P = P2 – P1
Dimana :
∆P : Perubahan
P1 : Nilai masa datang
P2 : Nilai sekarang
Jadi untuk memprediksi keadaan nilai masa datang, maka nilai sekarang harus diketahui dan nilai perubahan juga harus diprediksi sebelumnya. Jadi paradigma yang biasa digunakan untuk memodel suatu perubahan adalah sebagai berikut :
P2 = ∆P + P1
Sedangkan dengan menggunakan persamaan differensial kita dapat memprediksi ukuran populasi pada waktu yang akan datang, yaitu:
P2 = P1 + k( n-P1)P1
Dimana:
K : nilai estimasi
n : nilai pendekatan untuk populasi maksimal. 



BAB III 
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dari berbagai penjelasan dan pemaparan data-data diatas, maka dapat
disimpulkan berbagai hal berikut:
1.      Faktor penyebab yang paling utama dalam pemamfaatan energi terbarukan di Indonesia adalah dukunga dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi pemerintah.
2.      Masyarakat Indonesia harus memamfaatkan sumber daya terbarukan secara optimal karena hanya menganggap energi terbarukan sebagai energi adiktif serta memprioritaskan pembangunan pada daerah yang memiliki potensi yang tinggi,baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
3.      Mengubah paradigma tentang perilaku dan kebiasaan manusia memamfaatkan energi fosil karena manusia meeupakan pemakai energi tersebut.
4.      Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah tidak diikuti oleh langkah yang nyata dengan tahapan yang jelas untuk pencapaiannya .
5.      Pemamfaatan energi terbarukan memang tidak dapat diseleseikan dengan hanya satu kebijakan saja untuk menyeleseikan berbagai masalah, karena masing-masing sumber daya energi terbarukan memiliki karakteristik berbeda-beda.   
6.      Energi terbarukan merupakan solusi di masa yang akan datang untuk pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar.  
B.     Saran
1.      Mengubah paradigm kebijakan energi yaitu energi kita jangan dijual melainkan untuk modal pembangunan yang terkait dengan energi terbarukan.
2.      Pemerintah daerah mestinya memberi perhatian lebih akan permasalahan pengembangan wrenergi terbarukan di Indonesia. Agar pemanfaatannya bisa semaksimal mungkin.
3.      Meskipun pengetahuan masyarakat akan energi terbarukan masyarakat kian meningkat. Namun tidak ada salahnya untuk lebih mensosialisasikan besarnya peranan energi terbarukan untuk mendukung kebutuhan energi di Indonesia,Khusunys daerah-daerah terpencil yang mempunyai potensi.
4.      Mengingat semakin menipisnya cadangan energi konvensional, maka sosialisasi budaya hidup hemat energi sangat disarankan.

Daftar Pustaka