BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurangnya kontribusi energi baru dan terbarukan yaitu hanya
sekitar 5% sementara 95% lainnya bergantung pada bahan bakar fosil, bisa dikatakan hanya
sebagian kecil dari jumlah yang ada, untuk itu direncanakan peningkatan yang
merupakan tantangan besar.
Maka dari itu, dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai
bagaimana penggunaan energi baru dan terbarukan agar bisa lebih diketahui dan
dimanfaatkan oleh masyrakat. Dengan adanya makalah ini diharapkan mampu menjadi
motivator dan menginspirasi pembaca agar nantinya pada pengimplementasinya
dapat maksimal.
B. Rumusan Masalah
ü Bagaimana meningkatkan penggunaaan energi baru dan terbarukan?
ü Apa saja kebijakan kompetitif
yang mendukung peningkatan energi baru dan terbarukan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia
Untuk tenaga air diperkirakan
secara kasar potensi yang ada sebesar 75000 Mw, sedangkan yang terpasang saat
ini kurang lebih 6000 Mw untuk PLTA dan 228.000 Kw untuk PLTMH. Belum lagi kita
memasukkan perhitungan potensi tenaga surya yang tiada henti selama setahun
penuh, angin, biomas dan lainnya. Potensi inilah yang harus dimaksimalkan untuk
pemenuhan keadilan energi, juga dapat menjadi langkah pengurangan emisi gas
rumah kaca sebesar 26% seperti yang telah dijanjikan oleh Presiden SBY.
B. Kendala
Seperti kita ketahui pemanfaatan sumber daya
energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi mempunyai kelebihan antara lain;
1. Relatif mudah didapat,
2. Dapat diperoleh dengan
gratis, berarti biaya operasional sangat rendah,
3. Tidak mengenal problem
limbah,
4. Proses produksinya tidak
menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan
5. Tidak terpengaruh
kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
Akan tetapi bukan
berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini terbebas
dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang
menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi, seperti:
1. Dukungan dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi
pemerintahlah yang paling menyebabkan pemanfaatannya menjadi tersendat.
2. Harga jual energi fosil,
misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah.
3. Rekayasa dan teknologi
pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di
Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
4. Biaya investasi
pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal
awal.
5. Belum tersedianya data
potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian
yang dilakakukan.
6. Secara ekonomis belum
dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
7. Kontinuitas penyediaan
energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada
kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
8. Pengembangan energi terbarukan hanya sebagai energi aditif di Indonesia.
Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin
dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di
alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas.
Tidak di setiap daerah dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari
ketinggan dan mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan oleh
keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilai sumber daya energi sampai saat ini
belum dapat begitu menggantikan kedudukan sumber daya energi fosil sebagai
bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih
tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi
peranan sumber daya energi fosil.
C. Solusi
Tidak ada yang tidak
mungkin untuk pengembangan energi terbarukan yang aman dan bersih di Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumber daya alam yang luar
biasa berlimpah. Tenaga angin, air dan matahari yang bisa dimanfaatkan sebagai
energi alternatif, keberadaannya sangat mudah ditemui di berbagai pelosok
negeri ini.
Saat ini potensi energi
terbarukan yang begitu berlimpah di Indonesia, masih belum dilirik dan
dikembangkan secara serius oleh pemerintah. Anugerah yang begitu besar dari
Tuhan ini masih disia-siakan begitu saja. Saat ini dari total bauran energi (energy
mix) Indonesia, kontribusi energi terbarukan baru sekitar 5%,
sementara 95% lainnya, masih digantungkan pada bahan bakar fosil seperti minyak
bumi, gas, dan batubara, yang cadangannya semakin menipis dan tak begitu lama
lagi akan segera habis. Begitu banyak hambatan dan tantangan yang harus
dihadapi oleh energi terbarukan untuk bisa berkembang di negeri ini, tantangan
dan hambatan terbesarnya adalah masih lemahnya komitmen pemerintah untuk
mengembangkan energi terbarukan, dan masih dipegangnya paradigma kuno yang
menganggap bahwa bahan bakar fosil
seperti batubara adalah “panasea” untuk masalah
energi di Indonesia.
Berdasar atas
kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran
energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa
strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:
1. Meningkatkan kegiatan
studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap
jenis potensi sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah;
upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi
energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan
"prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar
rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan
pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan
tersebut.
2. Menekan biaya investasi
dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan
mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri,
sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya
investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
3. Memasyarakatkan
pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih
mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan
beberapa proyek percontohan .
4. Meningkatkan promosi
yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
5. Memberi prioritas
pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun
sosio-ekonomisnya.
6. Memberikan subsidi
silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang
diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan
pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut
digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah
lain.
Satu hal lagi yang paling penting adalah perilaku dan
kebiasaan kita dalam memanfaatkan energi. Walau bagaimanapun, manusia adalah
pemakai energi tersebut. Jadi tidak cukup jika telaah tentang energi hanya
membahas energi saja tanpa memperhatikan kebiasaan manusia dalam memakainya.
Pemakain energi yang kurang tepat justru efek kerugiannya sangat besar terhadap
persediaan energi di alam. Di Indonesia pengembangan energi terbarukan ini
sangat tepat. Dukungan sumber daya alam yang dimiliki sudah lebih dari cukup.
Mengingat bahwasannya cadangan minyak bumi semakin menipis, peluang untuk
mengembangkan energi terbarukan ini sangat besar. Apalagi setelah terjadinya
krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan
bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi
energi terus berkurang.
Disisi lain,
manusia juga sudah memiliki kesadaran terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Secara tidak langsung peluang untuk mengembangkan energi terbarukan lebih mudah
diterima masyarakat. Terlebih lagi masyarakat makin peduli akan upaya
penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan
lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi. Banyak
pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan,
sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat
dihindari, minimal dikurangi.
D. Kebijakan Kompetitif Yang Harus Di Tingkatkan
Banyak negara berkembang termasuk Indonesia sumber energi
terbarukan merupakan sumber energi yang belum dapat dimanfaatkan secara
maksimal. Menurut anggota Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia
(METI) Arya Rezavidi, pemanfaatan energi terbarukan terkendala berbagai faktor
penyebab, namun yang paling utama adalah dukungan dari kemauan politis serta
hambatan di birokrasi pemerintahlah yang paling menyebabkan pemanfaatannya
menjadi tersendat. Dari sisi legislasi maupun kebijakan pemerintah, sebenarnya
dorongan untuk pemanfaatan energi terbarukan sudah lebih dari cukup.
Pemerintah melalui Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional telah menginstruksikan agar secara bertahap energi mix nasional
yang saat ini masih didominasi oleh energi yang berasal dari minyak bumi diubah
menjadi energi alternatif lainnya yang didalamnya memasukkan energi terbarukan
sebanyak 17% pada tahun 2025. Angka ini oleh banyak kalangan masih dianggap
terlalu kecil sehingga kemudian diubah oleh pemerintah menjadi 25% melalui visi
2025 yang dicanangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
pada tahun 2011 yang lalu.
Akan tetapi pada pelaksanaannya target yang telah
ditetapkan sendiri oleh pemerintah ini tidak jelas pelaksanaannya karena
kebijakan ini tidak diikuti oleh langkah nyata dengan tahapan yang jelas untuk
pencapaiannya dan bahkan justru banyak terhambat oleh birokrasi perijinan di
pemerintah sendiri. Tapi hal yang paling menonjol adalah tidak adanya langkah
koordinasi yang baik diantara kementerian pemerintah sendiri, sehingga
Kementerian ESDM seolah berjuang sendirian dalam mendorong pemanfaatan energi
terbarukan ini, padahal pengguna energi justru berada di bawah kendali
kementerian lainnya seperti Kementerian Transportasi, Kementerian
Perindustrian, Kementerian BUMN dan lain-lainnya.Kelemahan dalam koordinasi ini
sebenarnya telah dicoba diatasi dengan dikeluarkannya UU Energi No. 30/2009
dimana disana diamanatkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk
mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan membentuk Dewan Energi Nasional
yang bertugas membantu pemerintah mengeluarkan kebijakan energi yang lebih
terarah dan menjembatani permasalahan koordinasi diantara kementerian
pemerintah sendiri. Permasalahan lain yang menghambat adalah faktor subsidi
bahan bakar yang justru diberikan kepada energi yang berasal dari fosil yang
mengakibatkan investasi pemanfaatan energi terbarukan menjadi tidak menarik
karena mayoritas energi terbarukan masih lebih mahal biaya investasinya
dibandingkan energi fosil. “Sekali lagi permasalahan ini telah dicoba diatasi oleh
pemerintah dengan mengeluarkan beberapa Permen ESDM yang mengatur tata niaga
dan harga jual listrik pembangkit energi terbarukan skala kecil yang lebih
atraktif untuk pengembang, namun pada saat ini pelaksanaannya juga masih
terhambat pada proses perijinannya yang sangat berbelit.
Masa depan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia
sebenarnya cukup cerah, namun berbagai kendala dan hambatan perlu diselesaikan
satu persatu oleh pemerintah. Kebijakan pemanfaatan energi terbarukan memang
tidak dapat diselesaikan dengan hanya satu kebijakan saja untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan, karena masing-masing sumber daya energi terbarukan
memiliki karakteristik berbeda-beda. Koordinasi diantara berbagai kementerian
di pemerintah diperlukan lebih intensif, karena permasalahan energi bukan hanya
permasalahan kementerian ESDM saja, mengingat kebijakan penggunaannya justru
berada di bawah kendali kementerian lainnya.Pemanfaatan energi terbarukan saat
ini merupakan keharusan mengingat perekonomian kita akan menjadi sangat lemah
apabila ketahanan energi kita juga sangat rapuh. Disamping, itu permasalahan
lingkungan harus juga menjadi faktor pertimbangan yang sangat penting dalam
mendorong pemanfaatan energi terbarukan secara lebih luas.
Adapun beberapa cerita sukses yang
membuktikan bahwa energi terbarukan untuk segera diimplementasikan dan
dikembangkan di Indonesia:
Ø Desa Cinta Mekar,
Subang, Jawa Barat
Sejak Januari 2009,
warga Desa Cinta Mekar, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat,
membangun dan mengelola pembangkit listrik
mikrohidro sebesar
120 kilowatt. Mereka memanfaatkan aliran sungai di kampungnya. Lebih dari dua
ratus warga menikmati suasana terang di malam hari. Sekaligus mendapat manfaat
lain dari jualan listrik ke PLN.
Daerah yang sempat
tercatat sebagai daerah tertinggal itu kini terang benderang di malam hari
selama lebih dari empat tahun.Yang membanggakan, mereka bergerak secara swadaya
membangun pembangkit listrik itu. Dengan memanfaatkan aliran sungai Ciasem,
mereka membangun pembangkit tenaga listrik air kecil atau mikrohidro. Dengan
perangkat sederhana, air sungai dibendung dan dialirkan ke turbin, lantas
dikembalikan lagi ke sungai. Teknik ramah lingkungan itu mampu menghasilkan
listrik 120 kilowatt.
Ø Kasepuhan Ciptagelar,
Banten Kidul, Jawa Barat
Hingga saat ini
Ciptagelar sendiri memiliki 9 buah pembangkit mikrohidro dan pikohidro
(mikrohidro dengan daya yang paling kecil). Pikohidro ini berdaya 500 Watt dan
penggunannya dari sore sampai pagi hari. Sedangkan mikrohidro memiliki daya 25
Kilowatt. Sumber air untuk menggerakkan turbin di daerah Ciptagelar berasal
dari sungai Cibarenodan.
Listrik ini juga
dimanfaatkan untuk membuat siaran radio dan siaran televisi buatan sendiri. Itu
khusus untuk dokumentasi kegiatan-kegiatan warga seperti upacara-upacara adat
dan sebagainya. Lebih lanjut, saat ini listrik yang dihasilkan dari PLTMH dapat
didistribusikan ke sekitar 1.100 rumah yang ada di Ciptagelar. Kasepuhan
Ciptagelar sangat memprioritaskan program pelestarian alam salah satunya dengan
memanfaatkan aliran air sungai melalui teknologi mikrohidro.
Ø Pulau Mansinam, Papua
Barat
Sayang sekali keindahan
Pulau Mansinam selama ini kurang mendapat dukungan infrastruktur yang memadai .
Pulau Mansinam yang didiami oleh kurang lebih 100-150 kepala keluarga belum mendapat
akses listrik dengan layak dari negara. Ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap diesel membuat perawatan dan biaya bahan bakar pun sangat mahal. Pulau
Mansinam yang menjadi bagian penting dari Indonesia, sebagai ikon religi dan
juga pariwisata, seharusnya mendapatkan dukungan yang lebih baik dari
pemerintah.
Di Pulau Mansinam,
Greenpeace bersama masyarakat membangun pembangkit listrik tenaga matahari dan
angin sebesar 1 kilowatt (KW) untuk penerangan tempat ibadah bagi masyarakat
Mansinam yaitu gereja. Papua memiliki rasio kelistrikan yang berkisar diangka
33%, dimana angka ini sangatlah rendah dibanding rasio kelistrikan Indonesia
pada umumnya yang berada di angka 65,1%. Keadilan energi haruslah menjadi
perhatian pemerintah dalam hal pemerataan pembangunan.
Apa yang Greenpeace lakukan di
Pulau Mansinam seharusnya juga dapat dilakukan di tempat lain di
seluruh penjuru Indonesia. Potensi energi terbarukan, energi bersih yang
relatif lebih ramah lingkungan, harus dapat diwujudkan. Pemenuhan energi
tidak boleh hanya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di perkotaan yang
cenderung mengkonsumsi energi secara berlebihan. Masyarakat yang tinggal
di wilayah yang jauh dari jaringan transmisi dan distribusi listrik seharusnya
juga memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati listrik. Keadilan energi harus
ditegakkan untuk Indonesia yang lebih maju.
Greenpeace yakin energi terbarukan merupakan
penyelesaian masalah yang efektif untuk masalah kelistrikan Indonesia. Dengan
memanfaatkan potensi alam lokal yang tidak ada habisnya, justru energi
terbarukan inilah yang bisa menerangi bagian-bagian dari negara kita ini yang
letaknya tersebar dan sulit dijangkau. Sistem kelistrikan tersentralisasi
dengan pembangkit-pembangkit listrik skala besar dan jalur transmisi yang mahal
yang diterapkan selama ini justru akan mempersulit proses pendistribusian
listrik ke daerah-daerah tersebut. Sudah jelas, bagi negara kepulauan seperti
Indonesia, energi terbarukan adalah solusi nyata, yang bukan hanya cerdas tapi
juga murah.
Meski sudah berbagai
banyak solusi untuk menyeleseikan kendala-kendala dalam pemamfaatan energi
terbarukan di Indonesia. Sedangkan paradigma perilaku dan kebiasaan kita
tentang pemamfaatan energi terbarukan tidak berubah-ubah. Maka dari itu kita
memperhatikan model matematika sebagai berikut:
∆P = P2 – P1
Dimana :
∆P : Perubahan
P1 : Nilai masa datang
P2 : Nilai sekarang
Jadi untuk memprediksi
keadaan nilai masa datang, maka nilai sekarang harus diketahui dan nilai
perubahan juga harus diprediksi sebelumnya. Jadi paradigma yang biasa digunakan
untuk memodel suatu perubahan adalah sebagai berikut :
P2 = ∆P + P1
Sedangkan dengan
menggunakan persamaan differensial kita dapat memprediksi ukuran populasi pada
waktu yang akan datang, yaitu:
P2 = P1 + k( n-P1)P1
Dimana:
K : nilai estimasi
n : nilai pendekatan
untuk populasi maksimal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai
penjelasan dan pemaparan data-data diatas, maka dapat
disimpulkan berbagai hal berikut:
1.
Faktor penyebab yang paling utama dalam pemamfaatan energi
terbarukan di Indonesia adalah dukunga dari kemauan politis serta hambatan di
birokrasi pemerintah.
2.
Masyarakat Indonesia harus memamfaatkan sumber daya terbarukan
secara optimal karena hanya menganggap energi terbarukan sebagai energi adiktif
serta memprioritaskan pembangunan pada daerah yang memiliki potensi yang
tinggi,baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
3.
Mengubah paradigma tentang perilaku dan kebiasaan manusia
memamfaatkan energi fosil karena manusia meeupakan pemakai energi tersebut.
4.
Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah tidak
diikuti oleh langkah yang nyata dengan tahapan yang jelas untuk pencapaiannya .
5.
Pemamfaatan energi terbarukan memang tidak dapat diseleseikan
dengan hanya satu kebijakan saja untuk menyeleseikan berbagai masalah, karena
masing-masing sumber daya energi terbarukan memiliki karakteristik
berbeda-beda.
6.
Energi terbarukan merupakan solusi di masa yang akan datang untuk
pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar.
B. Saran
1.
Mengubah paradigm kebijakan
energi yaitu energi kita jangan dijual melainkan untuk modal pembangunan yang
terkait dengan energi terbarukan.
2.
Pemerintah daerah mestinya
memberi perhatian lebih akan permasalahan pengembangan wrenergi terbarukan di
Indonesia. Agar pemanfaatannya bisa semaksimal mungkin.
3. Meskipun pengetahuan masyarakat akan energi terbarukan masyarakat
kian meningkat. Namun tidak ada salahnya untuk lebih mensosialisasikan besarnya
peranan energi terbarukan untuk mendukung kebutuhan energi di
Indonesia,Khusunys daerah-daerah terpencil yang mempunyai potensi.
4.
Mengingat semakin menipisnya
cadangan energi konvensional, maka sosialisasi budaya hidup hemat energi sangat
disarankan.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar