Senin, 08 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurangnya kontribusi energi baru dan terbarukan yaitu hanya sekitar 5% sementara 95% lainnya bergantung pada  bahan bakar fosil, bisa dikatakan hanya sebagian kecil dari jumlah yang ada, untuk itu direncanakan peningkatan yang merupakan tantangan besar.
Maka dari itu, dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana penggunaan energi baru dan terbarukan agar bisa lebih diketahui dan dimanfaatkan oleh masyrakat. Dengan adanya makalah ini diharapkan mampu menjadi motivator dan menginspirasi pembaca agar nantinya pada pengimplementasinya dapat maksimal.

B.  Rumusan Masalah
ü Bagaimana meningkatkan penggunaaan energi baru dan terbarukan?
ü Apa saja kebijakan kompetitif  yang mendukung peningkatan energi baru dan terbarukan?



BAB II
PEMBAHASAN
A. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia
Seperti kita ketahui potensi panas bumi Indonesia tercatat kurang lebih di angka 29.000 Gw dimana kapasitas terpasang yang tercatat hanya diangka kurang lebih 1200 Mw. Bisa dibayangkan betapa besarnya potensi yang belum terolah sama sekali, sehingga pertanyaanpun muncul mengapa Pemerintah belum juga mengurangi ketergantungannya terhadap energi fosil?
Untuk tenaga air diperkirakan secara kasar potensi yang ada sebesar 75000 Mw, sedangkan yang terpasang saat ini kurang lebih 6000 Mw untuk PLTA dan 228.000 Kw untuk PLTMH. Belum lagi kita memasukkan perhitungan potensi tenaga surya yang tiada henti selama setahun penuh, angin, biomas dan lainnya. Potensi inilah yang harus dimaksimalkan untuk pemenuhan keadilan energi, juga dapat menjadi langkah pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26% seperti yang telah dijanjikan oleh Presiden SBY.

B.  Kendala
Seperti kita ketahui pemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku produksi energi  mempunyai kelebihan antara lain;
1.   Relatif mudah didapat,
2.   Dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat rendah,
3.   Tidak mengenal problem limbah,
4.   Proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan
5.   Tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini terbebas dari segala kendala. Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi, seperti:
1.   Dukungan dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi pemerintahlah yang paling menyebabkan pemanfaatannya menjadi tersendat.
2.   Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah.
3.   Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
4.   Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
5.   Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilakakukan.
6.   Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
7.   Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
8.   Pengembangan energi terbarukan hanya sebagai energi aditif di Indonesia.


Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap daerah dan setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilai sumber daya energi sampai saat ini belum dapat begitu menggantikan kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi peranan sumber daya energi fosil.



C.  Solusi
Tidak ada yang tidak mungkin untuk pengembangan energi terbarukan yang aman dan bersih di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi sumber daya alam yang luar biasa berlimpah. Tenaga angin, air dan matahari yang bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif, keberadaannya sangat mudah ditemui di berbagai pelosok negeri ini.

Saat ini potensi energi terbarukan yang begitu berlimpah di Indonesia, masih belum dilirik dan dikembangkan secara serius oleh pemerintah. Anugerah yang begitu besar dari Tuhan ini masih disia-siakan begitu saja. Saat ini dari total bauran energi (energy mix) Indonesia, kontribusi energi terbarukan baru sekitar 5%, sementara 95% lainnya, masih digantungkan pada bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas, dan batubara, yang cadangannya semakin menipis dan tak begitu lama lagi akan segera habis. Begitu banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi oleh energi terbarukan untuk bisa berkembang di negeri ini, tantangan dan hambatan terbesarnya adalah masih lemahnya komitmen pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan, dan masih dipegangnya paradigma kuno yang menganggap bahwa bahan bakar fosil
seperti batubara adalah “panasea” untuk masalah energi di Indonesia.
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara lain:

1.   Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.
2.   Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap biaya produksi.
3.   Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan .
4.   Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya pelestarian lingkungan.
5.   Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6.   Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Satu hal lagi yang paling penting adalah perilaku dan kebiasaan kita dalam memanfaatkan energi. Walau bagaimanapun, manusia adalah pemakai energi tersebut. Jadi tidak cukup jika telaah tentang energi hanya membahas energi saja tanpa memperhatikan kebiasaan manusia dalam memakainya. Pemakain energi yang kurang tepat justru efek kerugiannya sangat besar terhadap persediaan energi di alam. Di Indonesia pengembangan energi terbarukan ini sangat tepat. Dukungan sumber daya alam yang dimiliki sudah lebih dari cukup. Mengingat bahwasannya cadangan minyak bumi semakin menipis, peluang untuk mengembangkan energi terbarukan ini sangat besar. Apalagi setelah terjadinya krisis energi yang mencapai puncak pada dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi energi terus berkurang.
Disisi lain, manusia juga sudah memiliki kesadaran terhadap pelestarian lingkungan hidup. Secara tidak langsung peluang untuk mengembangkan energi terbarukan lebih mudah diterima masyarakat. Terlebih lagi masyarakat makin peduli akan upaya penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar menjaga kebersihan lingkungan sampai dengan mengontrol limbah buangan dan sisa produksi. Banyak pembangunan proyek fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan, sehingga perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan sekitar dapat dihindari, minimal dikurangi.

D.    Kebijakan Kompetitif Yang Harus Di Tingkatkan
Banyak negara berkembang termasuk Indonesia sumber energi terbarukan merupakan sumber energi yang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Menurut anggota Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Arya Rezavidi, pemanfaatan energi terbarukan terkendala berbagai faktor penyebab, namun yang paling utama adalah dukungan dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi pemerintahlah yang paling menyebabkan pemanfaatannya menjadi tersendat. Dari sisi legislasi maupun kebijakan pemerintah, sebenarnya dorongan untuk pemanfaatan energi terbarukan sudah lebih dari cukup.
Pemerintah melalui Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional telah menginstruksikan agar secara bertahap energi mix nasional yang saat ini masih didominasi oleh energi yang berasal dari minyak bumi diubah menjadi energi alternatif lainnya yang didalamnya memasukkan energi terbarukan sebanyak 17% pada tahun 2025. Angka ini oleh banyak kalangan masih dianggap terlalu kecil sehingga kemudian diubah oleh pemerintah menjadi 25% melalui visi 2025 yang dicanangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2011 yang lalu.
Akan tetapi pada pelaksanaannya target yang telah ditetapkan sendiri oleh pemerintah ini tidak jelas pelaksanaannya karena kebijakan ini tidak diikuti oleh langkah nyata dengan tahapan yang jelas untuk pencapaiannya dan bahkan justru banyak terhambat oleh birokrasi perijinan di pemerintah sendiri. Tapi hal yang paling menonjol adalah tidak adanya langkah koordinasi yang baik diantara kementerian pemerintah sendiri, sehingga Kementerian ESDM seolah berjuang sendirian dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan ini, padahal pengguna energi justru berada di bawah kendali kementerian lainnya seperti Kementerian Transportasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN dan lain-lainnya.Kelemahan dalam koordinasi ini sebenarnya telah dicoba diatasi dengan dikeluarkannya UU Energi No. 30/2009 dimana disana diamanatkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan membentuk Dewan Energi Nasional yang bertugas membantu pemerintah mengeluarkan kebijakan energi yang lebih terarah dan menjembatani permasalahan koordinasi diantara kementerian pemerintah sendiri. Permasalahan lain yang menghambat adalah faktor subsidi bahan bakar yang justru diberikan kepada energi yang berasal dari fosil yang mengakibatkan investasi pemanfaatan energi terbarukan menjadi tidak menarik karena mayoritas energi terbarukan masih lebih mahal biaya investasinya dibandingkan energi fosil. “Sekali lagi permasalahan ini telah dicoba diatasi oleh pemerintah dengan mengeluarkan beberapa Permen ESDM yang mengatur tata niaga dan harga jual listrik pembangkit energi terbarukan skala kecil yang lebih atraktif untuk pengembang, namun pada saat ini pelaksanaannya juga masih terhambat pada proses perijinannya yang sangat berbelit.
Masa depan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia sebenarnya cukup cerah, namun berbagai kendala dan hambatan perlu diselesaikan satu persatu oleh pemerintah. Kebijakan pemanfaatan energi terbarukan memang tidak dapat diselesaikan dengan hanya satu kebijakan saja untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, karena masing-masing sumber daya energi terbarukan memiliki karakteristik berbeda-beda. Koordinasi diantara berbagai kementerian di pemerintah diperlukan lebih intensif, karena permasalahan energi bukan hanya permasalahan kementerian ESDM saja, mengingat kebijakan penggunaannya justru berada di bawah kendali kementerian lainnya.Pemanfaatan energi terbarukan saat ini merupakan keharusan mengingat perekonomian kita akan menjadi sangat lemah apabila ketahanan energi kita juga sangat rapuh. Disamping, itu permasalahan lingkungan harus juga menjadi faktor pertimbangan yang sangat penting dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan secara lebih luas.
Adapun beberapa cerita sukses yang membuktikan bahwa energi terbarukan untuk segera diimplementasikan dan dikembangkan di Indonesia:
Ø  Desa Cinta Mekar, Subang, Jawa Barat
Sejak Januari 2009, warga Desa Cinta Mekar, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, membangun dan mengelola pembangkit listrik mikrohidro sebesar 120 kilowatt. Mereka memanfaatkan aliran sungai di kampungnya. Lebih dari dua ratus warga menikmati suasana terang di malam hari. Sekaligus mendapat manfaat lain dari jualan listrik ke PLN.
Daerah yang sempat tercatat sebagai daerah tertinggal itu kini terang benderang di malam hari selama lebih dari empat tahun.Yang membanggakan, mereka bergerak secara swadaya membangun pembangkit listrik itu. Dengan memanfaatkan aliran sungai Ciasem, mereka membangun pembangkit tenaga listrik air kecil atau mikrohidro. Dengan perangkat sederhana, air sungai dibendung dan dialirkan ke turbin, lantas dikembalikan lagi ke sungai. Teknik ramah lingkungan itu mampu menghasilkan listrik 120 kilowatt.
Ø  Kasepuhan Ciptagelar, Banten Kidul, Jawa Barat
Hingga saat ini Ciptagelar sendiri memiliki 9 buah pembangkit mikrohidro dan pikohidro (mikrohidro dengan daya yang paling kecil). Pikohidro ini berdaya 500 Watt dan penggunannya dari sore sampai pagi hari. Sedangkan mikrohidro memiliki daya 25 Kilowatt. Sumber air untuk menggerakkan turbin di daerah Ciptagelar berasal dari sungai Cibarenodan.
Listrik ini juga dimanfaatkan untuk membuat siaran radio dan siaran televisi buatan sendiri. Itu khusus untuk dokumentasi kegiatan-kegiatan warga seperti upacara-upacara adat dan sebagainya. Lebih lanjut, saat ini listrik yang dihasilkan dari PLTMH dapat didistribusikan ke sekitar 1.100 rumah yang ada di Ciptagelar. Kasepuhan Ciptagelar sangat memprioritaskan program pelestarian alam salah satunya dengan memanfaatkan aliran air sungai melalui teknologi mikrohidro.

Ø  Pulau Mansinam, Papua Barat
Sayang sekali keindahan Pulau Mansinam selama ini kurang mendapat dukungan infrastruktur yang memadai . Pulau Mansinam yang didiami oleh kurang lebih 100-150 kepala keluarga belum mendapat akses listrik dengan layak dari negara. Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap diesel membuat perawatan dan biaya bahan bakar pun sangat mahal. Pulau Mansinam yang menjadi bagian penting dari Indonesia, sebagai ikon religi dan juga pariwisata, seharusnya mendapatkan dukungan yang lebih baik dari pemerintah.
Di Pulau Mansinam, Greenpeace bersama masyarakat membangun pembangkit listrik tenaga matahari dan angin sebesar 1 kilowatt (KW) untuk penerangan tempat ibadah bagi masyarakat Mansinam yaitu gereja. Papua memiliki rasio kelistrikan yang berkisar diangka 33%, dimana angka ini sangatlah rendah dibanding rasio kelistrikan Indonesia pada umumnya yang berada di angka 65,1%. Keadilan energi haruslah menjadi perhatian pemerintah dalam hal pemerataan pembangunan.
Apa yang Greenpeace lakukan di Pulau Mansinam seharusnya juga  dapat dilakukan di tempat lain di seluruh penjuru Indonesia. Potensi energi terbarukan, energi bersih yang relatif lebih ramah lingkungan,  harus dapat diwujudkan. Pemenuhan energi tidak boleh hanya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di perkotaan yang cenderung mengkonsumsi energi secara berlebihan.  Masyarakat yang tinggal di wilayah yang jauh dari jaringan transmisi dan distribusi listrik seharusnya juga memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati listrik. Keadilan energi harus ditegakkan untuk Indonesia yang lebih maju.
Greenpeace yakin energi terbarukan merupakan penyelesaian masalah yang efektif untuk masalah kelistrikan Indonesia. Dengan memanfaatkan potensi alam lokal yang tidak ada habisnya, justru energi terbarukan inilah yang bisa menerangi bagian-bagian dari negara kita ini yang letaknya tersebar dan sulit dijangkau. Sistem kelistrikan tersentralisasi dengan pembangkit-pembangkit listrik skala besar dan jalur transmisi yang mahal yang diterapkan selama ini justru akan mempersulit proses pendistribusian listrik ke daerah-daerah tersebut. Sudah jelas, bagi negara kepulauan seperti Indonesia, energi terbarukan adalah solusi nyata, yang bukan hanya cerdas tapi juga murah.

Meski sudah berbagai banyak solusi untuk menyeleseikan kendala-kendala dalam pemamfaatan energi terbarukan di Indonesia. Sedangkan paradigma perilaku dan kebiasaan kita tentang pemamfaatan energi terbarukan tidak berubah-ubah. Maka dari itu kita memperhatikan model matematika sebagai berikut:
∆P = P2 – P1
Dimana :
∆P : Perubahan
P1 : Nilai masa datang
P2 : Nilai sekarang
Jadi untuk memprediksi keadaan nilai masa datang, maka nilai sekarang harus diketahui dan nilai perubahan juga harus diprediksi sebelumnya. Jadi paradigma yang biasa digunakan untuk memodel suatu perubahan adalah sebagai berikut :
P2 = ∆P + P1
Sedangkan dengan menggunakan persamaan differensial kita dapat memprediksi ukuran populasi pada waktu yang akan datang, yaitu:
P2 = P1 + k( n-P1)P1
Dimana:
K : nilai estimasi
n : nilai pendekatan untuk populasi maksimal. 



BAB III 
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dari berbagai penjelasan dan pemaparan data-data diatas, maka dapat
disimpulkan berbagai hal berikut:
1.      Faktor penyebab yang paling utama dalam pemamfaatan energi terbarukan di Indonesia adalah dukunga dari kemauan politis serta hambatan di birokrasi pemerintah.
2.      Masyarakat Indonesia harus memamfaatkan sumber daya terbarukan secara optimal karena hanya menganggap energi terbarukan sebagai energi adiktif serta memprioritaskan pembangunan pada daerah yang memiliki potensi yang tinggi,baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
3.      Mengubah paradigma tentang perilaku dan kebiasaan manusia memamfaatkan energi fosil karena manusia meeupakan pemakai energi tersebut.
4.      Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah tidak diikuti oleh langkah yang nyata dengan tahapan yang jelas untuk pencapaiannya .
5.      Pemamfaatan energi terbarukan memang tidak dapat diseleseikan dengan hanya satu kebijakan saja untuk menyeleseikan berbagai masalah, karena masing-masing sumber daya energi terbarukan memiliki karakteristik berbeda-beda.   
6.      Energi terbarukan merupakan solusi di masa yang akan datang untuk pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar.  
B.     Saran
1.      Mengubah paradigm kebijakan energi yaitu energi kita jangan dijual melainkan untuk modal pembangunan yang terkait dengan energi terbarukan.
2.      Pemerintah daerah mestinya memberi perhatian lebih akan permasalahan pengembangan wrenergi terbarukan di Indonesia. Agar pemanfaatannya bisa semaksimal mungkin.
3.      Meskipun pengetahuan masyarakat akan energi terbarukan masyarakat kian meningkat. Namun tidak ada salahnya untuk lebih mensosialisasikan besarnya peranan energi terbarukan untuk mendukung kebutuhan energi di Indonesia,Khusunys daerah-daerah terpencil yang mempunyai potensi.
4.      Mengingat semakin menipisnya cadangan energi konvensional, maka sosialisasi budaya hidup hemat energi sangat disarankan.

Daftar Pustaka








Tidak ada komentar:

Posting Komentar